Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berencana untuk melakukan penataan ulang, perancangan kembali, dan pengoptimalan Destinasi Wisata Lembah Anai.
Salah satu wacana yang digulirkan adalah pembangunan plaza di kawasan Air Terjun Lembah Anai.
Hal ini pun menimbulkan tanggapan dari berbagai pihak atas rencana tersebut.
Salah satu pihak yang menyorot rencana ini adalah Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Barat (Walhi Sumbar).
Direktur Walhi Sumbar, Wengki Purwanto, menyatakan keberadaan plaza menyebabkan pemusatan kegiatan dan pengumpulan orang banyak pada satu lokasi tersebut.
Wengki melanjutkan bahwa data histrois kebencanaan, Lembah Anai merupakan daerah yang rawan terhadap bencana, seperti banjir bandang dan longsor.
Intensitas yang timbul akan semakin diperparah saat musim penghujan.
Salah satunya adalah dampak korban jiwa yang semakin banyak ditimbulkan bila terjadi bencana.
Pihak Walhi Sumbar pun menyayangkan tindakan yang diambil oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Wengki meminta kepala daerah harus memiliki kesadaran terhadap risiko bencana.
Ketegasan pengendalian tata ruang sangat dibutuhkan untuk menerapkan rencana tata ruang wilayah berbasis risiko bencana “Alih-alih melakukan penataan dan pemulihan ekosistem di Lembah Anai, sebaiknya berfokus pada mitigasi bencana,” ujar Wengki, dikutip dari langgam.id mitra Teras.id.
Kemudian, lebih lanjut dikatakan Wengki, kemunculan ide membuat Plaza di Lembah Anai, tentunya bertolak belakang dengan kondisi kekinian yang ada di kawasan tersebut.
Walhi Sumbar pun meminta agar ide dalam membangun plaza tidak diteruskan.
Menurutnya, Lembah Anai seharusnya tidak dipandang sebagai suatu kawasan yang bernilai ekonomis uang saja, tetapi juga dilihat sebagai satu kesatuan ekosistem yang saling berhubungan.
Risiko bencana menjadi tujuan utama yang perlu dipertimbangkan sebelum pelaksanaan pembangunan plaza.
Pemerintah melalui Kepala daerah harus memiliki kesadaran terhadap risiko bencana.
Ketegasan pengendalian tata ruang sangat dibutuhkan untuk menerapkan rencana tata ruang wilayah berbasis risiko bencana NAOMY A.
NUGRAHENI